Media Center Batam – Camat dan lurah se-Kota Batam mengikuti Diskusi Publik tentang Keterbukaan Informasi Publik, Senin (19/8). Diskusi yang digelar di Aula Lantai IV Kantor Walikota Batam ini menghadirkan Ketua Komisi Informasi (KI) Pusat, Gede Narayana.

Gede dalam sambutannya menceritakan tentang awal mula terbentuknya KI Pusat hingga daerah. Komisi Informasi adalah lembaga mandiri pelaksana Undang-undang nomor 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP).

“PPID (pejabat pengelola informasi dan dokumentasi) harus berjalan dan berfungsi dengan baik. Karena sebagai garda terdepan pelayanan informasi publik. PPID juga harus ada di kelurahan, tak cuma di tingkat kecamatan. Bentuknya apa saja, PPID atau PPID pembantu,” tuturnya.

Sebagai stakeholder, harus disepakati bahwa tata kelola pemerintahan yang baik wajib diwujudkan bersama. Walaupun komitmen good government ada di seluruh wilayah Indonesia, tapi pelaksanaannya berbeda-beda. Untuk itu perlu pemahaman dalam pelaksanaan tata kelola pemerintahan yang baik ini.

“Perlu dipahami juga mengenai sidang sengketa informasi publik. Sidang ini atas nama institusi, bukan pribadi. Dan sidang bisa dikuasakan juga,” kata dia.

Pada kesempatan tersebut, ia menyampaikan terima kasih kepada Pemerintah Kota Batam. Atas perkenaan Pemko Batam, sehingga acara ini dapat terlaksana.

Asisten Administrasi Umum Setdako Batam, Zarefriadi mewakili Walikota Batam meminta para camat dan lurah untuk mengikuti diskusi publik ini dengan baik. Manfaatkan pertemuan tersebut untuk menyerap pengetahuan seputar KIP dari narasumber yang hadir.

“Saya pernah mengalami sengketa informasi publik. Waktu itu soal IMTA (Izin Mempekerjakan Tenaga Kerja Asing). Saya minta kawan-kawan fokus pada hari ini. Karena ketika timbul konflik kepentingan informasi, itu tak mudah. Walaupun kita kenal dengan pemohon informasinya, tetap saja bersengketa itu tidak enak, menghabiskan waktu dan tenaga,” pesan mantan Kepala Dinas Tenaga Kerja Kota Batam ini.

Ia mengatakan sengketa ini juga bisa timbul akibat ketidaktahuan tentang regulasi. Dan itu terjadi tidak hanya pada masyarakat tapi juga aparatur sipil negara.

“Banyak sekali regulasi. Jangankan masyarakat, kita saja tak paham semua. Ini jadi satu sumber persoalan. Dia tak tahu regulasinya apa. Karena ketidaktahuan itulah jadi konflik. Maka gunakan ruang ini untuk mendapat ilmu dengan baik,” ujar Zarefriadi.